Cerpen Budaya : TELUH
Jadilah.com - Ibu Sarmi termasuk salah satu korban dari ulah tukang teluh, entah siapa yang menyuruh dukun teluh itu beraksi. Bu sarmi hanya mampu merintih kesakitan pada sekitar perutnya, yang kian hari semakin membesar tanpa sebab. Pernah suatu saat keluarganya memeriksakannya ke dokter. "Bu sarmi sebenarnya baik-baik saja, saya bingung dengan perutnya yang membesar, padahal bukan tumor atau penyakit lain! Tapi, untuk penahan rasa sakit saya akan berikan resepnya "ujar dokter. Dokter tidak memponis apapun pada bu sarmi. pengobatan alternatip menjadi sasaran penyembuhan sakit bu sarmi selanjutnya.
Ramuan akar-akaran menjadi resep utama pada pengobatan kali ini. Namun masih seperti semula bahwa tak terlihat hasil yang memuaskan. Entah ada macam obat-obatan yang menumpuk di pinggir kamarnya. "Din, ibu sudah bosan dengan semua ini, obat-obatan ini bukan untuk menyembuhkan, tapi sebaliknya ini semua akan membunuh ibu." Ungkap bu sarmi kepada anak semata wayangnya, sambil menahan sakit yang tiada tara, "ibu jangan berkata seperti itu, ibu pasti sembuh. Kita semua akan terus membantu mengembalikan kesehatan ibu seperti dulu. "tiada henti-hentinya udin memberikan harapan harapan dalam setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya. Suatu saat udin mendapat saran dari tetangga sekitar, ada seorang ustadz mampu menyembuhkan penyakit yang tidak jelas. seperti penyakit yang di derita ibu sarmi. udi pun segera meminta alamat ustadz tersebut. "Assalamualaikum," sambbil mengetuk pintu Ia pun mulai mengintip pada kaca jendela yang berwarna gelap.
Sekali lagi udin mengetik pintu, dan mulai terbuka. Tampak wanita muda berjilbab menjumpai sambil menggendong anaknya. Wanita itu mengerutkan dahi, kemudian tersenyum simpyl kepada udin, "Assalamualaikum bu, apa benar ini rumahnya ustadz harun? Tanya udin, "Waalaikumsalam, Benar sekali memang rumahnya ustadz harun! Silahkan masuk, silahkan duduk, dan tunggu sebentar, Ustadz sedang sembahyang Ashar dulu." Wanita berjilbab itupun segera berlalu. memanggil suaminya yang tak lain ialah ustad harun. Lima belas menit berlalu, ustad harun segera menuju ruangan depan, dan mulai menghampiri tamu yang sedang menunggunya.
"Assalamualaikum pa ustadz," udin pun segera mengulurkan tangannya bersalaman. "Waalaikumsalam, silahkan duduk pak, ada keperluan apa datang kemari? "ustadz harun bertanya guna meminta penjelasan tentang kedatangan udin ke rumahnya. Tak lama udin pun menceritakan masalah yang Ia hadapi selama ini. "kalau boleh tau apa pekerjaan ibu anda dulu? Dan kenapa ibu anda bercerai dengansuaminya yang ke empat? pertanyaan yang bertubi-tubi itu udin jawab dengan tegas. Ibu saya adalah seorang rentenir, dan ibu saya bercerai dengan suaminya yang keempat,
karena suaminya selalu menyiksa ibu saya pak ustadz,Ia seorang pengangguran tanpa seorang anak satupun. Karena suaminya yang keempat ini masih terbilang muda, setiap hari kerjanya hanya berjudi dan jika ibu tidak memberikan uang untuknya tamparan dan tendangan yang selalu ibu saya dapatkan pak ustadz. Mendengar cerita udin dan keluarganya, pa ustadz hanya manggut-manggut dan beristighfar. "Besok siang saya akan datang ke rumah anda," ujar ustadz harun singkat.
Pembicaraan pun selesai, dan mereka lantas berjabat tangan. Udin segera bergegas pergi meninggalkan pak ustadz. Jarum jam sudah menunjukan pukul 13:25. Keluarga bu sarmi tak pernah jenuh menunggu ustadz Harun. Tak lama selang beberapa menit kemudian ustadz yang di harapkan telah tiba di kediaman bu sarmi. Tidak seperti buasanya, saat itu bu sarmi tengah tertidur lelap. Dengan santai ustadz Harun mendekati bu sarmi sambil memegang perutnya. entah apa yang ustadz lafalkan saat itu, tiba-tiba saja ibu sarmi yang tertidur lelap saat itu mendadak membukakan matanya dengan pandangan kosong. Pandangan terus terpaku pada langit-langit.
Tiada kedip sedetikpun pada masa bu sarmi,dan ustadz terus memegang perut bu sarmi sambil mengucap Asma-asma Allah swt. Semakin lama tangan ustadz Harun bergetar, lalu tak lama kemudian ustadz terpelanting begitu saja. Subhanallah, sambil jatuh terpental, ustadz Harun mengucap keringat di wajah dengan telapak tangannya. Dan, mata bu sarmi pun terpejam lagi, seperti sebelumnyatertidur pulas. "Ma'af pak udin, bolehkah kita berbicara sebentar? tp tidak disini." bisik ustadz Harun mendadak menjadi lebih tegang. "Tentu ustadz, mari kita ke ruang depan," kata udin. Lantas keduanya bergegas meninggalkan ruangan itu. Mereka berdua kembali membahas penyakit misterius ini. "Ma'af pak udin, saya ingin bertanya tentang keberadaan suami keempat bu sarmi dan apakah suami pertama dan ketiga bu sarmi bersikap seperti suaminya yang keempat?
Lagi-lagi tanya jawab berlangsung dalam suasana mencekam demi terkuaknya kebenaran. "Setahu saya, suami ibu sudah lama meninggalkan rumah, sesudah ibu menceraikannya.Pertamanya memang sulit tuk menceraikan suaminya yang keempat itu, tapi lama-lama ia terima keputusan dari ibu saya, dengan syarat setengah bagian dari kekayaan ibu harus menjadi miliknya. Dan, itu tidak masuk akal untuk saya. dia juga berkata jika tidak di lakukan syarat-syarat itu maka akan ada pembalasan dari dirinya. Hingga saat ini kami tidak tau ia sekarang. Untuk suami pertama dan ke-3, mereka meninggal karena sakit dan karena memang usia yang sudah uzur! "Apakah bu sarmi sudah berhenti dari pekerjaannya sebagai rentenir sebelum sakit?" tanya ustadz.
"Setahu saya, ada lima orang yang belum melunasi pinjaman dari ibu. Walaupun begitu, ibu masih bisa memberikan penangguhan waktu tapi memang bunga pembayaran akan semakin besar! ustadz, saya baru tahu bahwa ibu bekerja seperti itu setelah 5 tahun saya bekerja di Surabaya. Dan baru datang 2bulan lalu kembali ke cirebon. Saya selalu berfikirapa yang saya makan selama sekolah di Surabaya adalah uang haram!" sesal udin. "Allah akan terus membuka jalan bagi orang-orang yang sungguh-sunggguh memperbaiki segalanya. Tak baik terlalu berlama-lama dalam kekalutan. Uang yang sudah di pinjamkan kepada 5 orang itu harus di ikhlaskan. Apalagi jika mereka memang benar-benar dari kalangan lemah ekonominya. Dan minta ma'aflah pada mereka!" kata ustadz Harun.Udin pun mencari kelima orang ibunya, ia menjelaskan secara tegas, dan mereka mau memaafkan bu sarmi dengan ikhlas.
"Bu bagaimana keadaan sekarang? ma'af kami baru di beritahu oleh anak ibu, kalau tahu sakit seperti ini pasti kami akan sering menjenguk!" kata salah satu dari lima orang korban renten itu. Bu sarmi hanya mampu berkaca-kaca dan bibirnya bergetar. "Terimakasih, Ibu-ibu semua mau menjenguk saya, saya mohon ma'af yang sebesar-besarnya atas kesalahan yang telah di lakukan, saya sudah lelah dengan semua ini. Jika memang besok saya harus menghadap-Nya, saya harus siap merima keputusan dari sang kholik kelak. Untuk meringankan beban beban di hati dan Ibadah saya dengan amat sangat saya mengharapkan kesudian Ibu-ibu untuk memaafkan setiap kesalahan yang dulu pernah saya perbuat?" harap bu sarmi. "Sudah bu sarmi, kamipun seharusnya berterima kasih atas pinjaman dan tangguhan untuk kami. dan kami pun harus bisa menjalankan resikonya. yang penting cepet sembuh ya bu.." salah seorang bekas korban.
Mereka pun pergi berlalu, tanpa mengisakkan dendam, menandakan beban di masa lalu mulai terasa ringan di benak bu sarmi. Hari itu bu sarmi merintih kembali sakit yang semakin dahsyat. bergegaslah udin membawa air do'a dari ustadz Harun sambil membacakan syahadat di dekat telinganya. Airpun di minumkan pada bu sarmi. Sakit yang Ibu sarmi rasakan lambat laun mulai tak terasa, lalu kembali tertidur pulas. dan tak bangun lagi. Hingga saat ini kematian bu sarmi tetap menjadi misteri. Apakah benar selama ini Ia telah di "Teluh" atau apakah benar suaminya yang keempat itu adalah dalang dari kematian Bu Sarmi?***
THE END...
Sungguh manusia tiada daya dan upaya... Berpasrah dirilah hanya pada Allah... Subhannallah, semoga kisah di atas bisa menggugahkan pikiran, budi, dan rasa kita, untuk lebih mendekatkan diri pada dzat IllahiRobbi... Hanya oleh-Nya kita begini, disini, hanya pada-Nya kita kembali. Semoga bermanfaat. Sumber : Tulisannya Welly.
Label: Cerpen
<< Beranda